Pergi Tanpa Nama

Pahit. Bau bangkai yang memualkan pekat memenuhi udara ruang Unit Kamar Jenazah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (UPKJ RSCM), Jakarta. “Kalau abis dikosongin memang begini, Mbak,” ucap Muklisin, staf penjaga UPKJ RSCM kepada Republika, akhir pekan lalu. Menurutnya, bau bangkai akan tercium sangat menyengat setelah diadakan pengosongan kamar jenazah, seperti yang baru saja terjadi.

Muklisin berkisah, baginya hari itu suasana kamar jenazah terbilang sepi. Tidak ada kerumunan orang yang histeris karena kehilangan anggota keluarganya. Tidak ada pula ketegangan karena ada istri yang menolak permohonan polisi untuk melakukan otopsi pada jasad suaminya. Selain pengangkutan jenazah-jenazah yang tidak diambil keluarganya, nyaris tidak ada kesibukan berarti pagi itu.

Sepuluh jenazah yang tidak kunjung diambil pihak keluarga mereka baru saja dibawa untuk dikuburkan massal di TPU Pondok Rangon. Umumnya mereka jenazah yang ditemukan tanpa tanda pengenal sehingga sulit melacak keluarga yang berhak atas jasad mereka. Sekitar tiga jam setelah kamar jenazah dikosongkan dari jasad-jasad anonim, datang lagi satu mayat baru tak beridentitas.

Dia yang baru datang ini wanita, sebut saja namanya Melati. Melati didapati tidak bernyawa oleh staf Polsek Jatinegara pukul 8:30 di kawasan Rawabunga, Jatinegara. Dua jam kemudian, jasad Melati diantar staf kepolisian ke UPKJ RSCM menggunakan ambulans Pemprov DKI. Pihak kepolisian menduga Melati tewas dibunuh, di sekujur tubuhnya ditemukan luka-luka tusukan.

Dalam laporan yang diberikan kepolisian ke UPKJ RSCM, Melati diduga berusia 21 tahun. Rawabunga, lokasi penemuan jenazahnya, dikenal masyarakat sebagai daerah hitam. Menurut Daswar, staf kamar jenazah, warung-warung yang berderet di muka jalan hanyalah kamuflase bagi kegiatan prostitusi di bedeng-bedeng yang berjejalan di belakang.

Ditemukan tak bernyawa di kawasan prostitusi membuat Melati dinilai miring oleh orang lain, setidaknya oleh para staf kamar jenazah yang bertugas mengurusi jasadnya. “Kalau ditemuinnya di Rawabunga mah udah tahu sama tahu kenapa matinya, Mbak,” tutur Edi sambil tersenyum sinis. Edi, staf kamar jenazah, menduga Melati adalah pekerja seks komersial yang tewas di tangan pelanggan yang enggan membayar jasa Melati.

Hari sudah sampai pada pertengahannya, namun belum ada seorang pun pihak keluarga yang datang mengakui jenazah Melati. Padahal jika melihat ciri-ciri fisik jasadnya yang membengkak kebiruan, Melati diperkirakan sudah tewas lebih dari dua belas jam yang lalu. Sempat ada dua orang pria yang datang ke kamar jenazah untuk mencari anggota keluarganya yang hilang sekitar pukul satu siang, namun bukan Melati yang mereka cari.

Otopsi adalah kunci untuk mengetahui penyebab mengapa Melati kehilangan nyawanya. Dari otopsi juga bisa diketahui benar tidaknya dugaan Melati sempat berhubungan intim sebelum ia kehilangan nyawa, pun juga penjelasan soal luka-lukanya. Menurut prosedur, dibutuhkan ijin pihak keluarga sebelum tim dokter forensik dapat melakukan otopsi.

Namun, demi kepentingan penyelidikan pihak kepolisian terpaksa mengeluarkan surat perintah otopsi atas jasad Melati tanpa persetujuan pihak keluarga. Dua reserse berpakaian preman dari Polsek Jatinegara datang ke UPKJ RSCM membawa surat perintah ini. Saat itu, jarum jam menunjukkan pukul dua siang.

Mayat Melati pun dikeluarkan petugas dari ruangan lemari pendingin bersuhu minus sepuluh derajat Celcius. Jasad Melati dibungkus kain serupa kafan, namun kain ini hanya dibebatkan seadanya untuk sekadar menutupi aurat. Di ujung jasadnya tergantung kartu identitas warna merah jambu, informasi yang tercantum di kartu itu sangat minim.

Dari poin-poin yang ada, hanya informasi usia dan alamat yang terisi. Pun isian informasi alamat tidak sepenuhnya tepat. Rawabunga adalah lokasi penemuan jenazah Melati, belum tentu juga jadi alamat tempat ia tinggal. Apa boleh buat, tidak ditemukan kartu identitas apapun di baju dan celana panjang yang Melati kenakan saat jasadnya ditemukan pihak kepolisian.

Otopsi tidak bisa langsung dilakukan karena ketua tim dokter sudah pulang sehingga harus dipanggil kembali. “Namanya juga hari Sabtu,” begitu Muklisin menjelaskan mengapa dokter yang akan bertugas mengotopsi ternyata tidak ada di tempat.

Sekitar pukul 15:10, dr Julmansyah Syamsul datang. Dokter Jul, begitu ia akrab dipanggil, adalah kepala tim otopsi kasus Melati. Rambutnya yang mulai menipis dan keriput yang nyata di beberapa bagian mukanya menandakan dokter Jul bukanlah dokter kemarin sore dalam dunia forensik. Dokter Jul dan timnya lantas bersalin di ruangan persiapan sebelum melakukan otopsi.

Jasad Melati didorong masuk ruang otopsi oleh petugas. Tidak ada jerit histeris, tidak ada pula tarik-tarikan kepentingan antara polisi yang butuh bukti kriminal otentik dan pihak keluarga yang bersikeras tak ingin jenazah anaknya diotopsi. Hingga maghrib menjelang, belum ada tanda-tanda otopsi usai.

Bila dalam empat hari tetap tak seorang pun mengakui jenazahnya, Melati akan bergabung dengan rekan-rekannya yang senasib, dikuburkan di TPU Pondok Rangon. Mereka, para jenazah yang pergi tanpa ada identitas terukir pada nisannya. Mereka pergi tanpa nama, juga tanpa ada yang menangisi. Sungguh sebuah kepergian yang sepi.

Perjalananan Melati seperti mengiyakan kata Chairil Anwar, bahwa hidup adalah kesunyian masing-masing. n c15

***

Salah satu tulisan pertama yang saya buat ketika baru beberapa hari jadi wartawan di Harian Republika, 2009.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s