Bandung sebagai kota besar identik dengan beberapa penyakit perkotaan, salah satunya kemacetan. Agar penyakit yang satu ini hilang, pemerintah kota melakukan operasi bypass dengan membuat jalan-jalan layang yang membuat jalan jadi berlapis-lapis. Namanya juga bypass, tentu datang dengan efek samping.
Jalan layang ibarat silet bagi kawasan perkotaan. Kawasan yang dilintasi jalan jenis ini jadi terbelah, seolah menjadi dua kawasan yang berbeda. Daerah di bawah jalan layang juga kerap menimbulkan masalah baru. Padahal, lintasan jalan layang tak selalu memperhatikan batas-batas kawasan yang ada. Nyata kita dapat melihatnya pada kawasan Balubur yang dilintasi jalan layang Pasupati.
Dahulu, kawasan ini identik sebagai kawasan penyangga ITB dengan keberadaan pasar yang selain menyediakan kebutuhan sehari-hari juga menyediakan kebutuhan kuliah. Sayangnya, spidol planner kita terlanjur bertindak kejam. Sret, sret, sret, separuh Balubur kena gusur. Kios-kios pasar harus rata dengan tanah. Sebagian permukiman warga juga harus rebah. Balubur jadi luka.
Luka itu sekarang menganga lebar. Teriritasi dan mulai terasa sakitnya. Daerah kolong Pasupati terlantar, jadi daerah tanpa pemilik. Siapa garang bisa mengaku diri jadi tuan. Bila malam datang tak semua orang berani melintas karena takut dibekap dari belakang. Para tunawisma sudah berdatangan, menggarisi kapling tanah ‘milik’ mereka. Grafitti-grafitti penuh kesuraman mulai terlihat mencakari kaki-kaki Pasupati.
Nasib sebidang tanah yang lain di seberang CCAR-Annex ITB ternyata tidak kalah menyedihkan. Bila melihat dari konfigurasi lansekap di sekitarnya, sempat terbetik harapan optimis bahwa lahan ini akan dijadikan taman kota. Bagaimana tidak, lahan inilah yang menjadi salah satu posisi pengamatan terbaik bila ingin mendapatkan citra Pasupati yang utuh dengan kabel gantungnya. Skyline kota yang terbentuk jadi sedemikian seksi.
Harapan ternyata tinggal harapan. Di lahan ini akan dibangun PUSAT PERDAGANGAN BALUBUR. Pusat apa? Dari massa bangunannya yang bulky dan berlantai-lantai bisa diduga bahwa pusat ini cuma akan jadi mal biasa saja. Dus arsitektur bangunan ini juga tidak merespon Pasupati, sang megastruktur di belakangnya. Anehnya, Balubur dipaksa jadi mal padahal mental aslinya pasar. Rupanya pemerintah kita belum belajar dari pengalaman menyulap rupa pasar Ciroyom.
Jalan layangnya tidak salah. Resiko membelah kawasan kota juga suatu hal yang sulit dielakkan. Yang menjadi titik lemah di sini adalah perlakuan pasca pembangunan. Arif kiranya jika perlakuan ini juga menjadi hal yang dipikirkan sungguh-sungguh. Tidak sekadar ‘kumaha engke..’ melainkan ‘engke kumaha?’.
Well, berhubung ini cuma sekedar cuap-cuap pribadi saya di blog pribadi saya juga maka saya memang tidak berharap banyak. Saya hanya bisa berdoa agar kebetulan pemimpin Bandung saat ini cukup gape teknologi, lalu kebetulan dia juga bisa internetan, lalu kebetulan dia juga lagi blogwalking, lalu kebetulan dia mampir di blog saya, lalu kebetulan dia juga baca tulisan saya. Saya Shally, seorang manusia yang kebetulan jatuh cinta pada kota Bandung. Kebetulan.
hmm..
i’m with you, sal..
sedih rasanya kota bandungku, bandungmu, bandung kita semua jadi kayak gini, dan bakal jadi kayak gitu..
bai de wei, denger2 developernya balubur=developernya baksil yahh..??!
btw, aq dah pegang masterplan-nya mall balubur lho.. menyedihkan. 7 lantai dengan rencana penggusuran daerah kebon kembang.. sip. aware aja lah.
ow d sono mw d buat mol gitu ye…
ntar jembatannya gak keliatan dong ya…
btw ga ada yg kebetulan sal…
“there are no accident” (kungpu panda)
@qisthi
berarti istana grup ya? kemaren pas liat iklannya mah perasaan gak notice ada logo mereka..
@armyalghifari
tujuh lantai? kayaknya kalo dari FAR ama BCRnya balubur gak mungkin bisa ampe 7 lantai deh.. mencurigakan..
@sandi
iye,, si kebetulan2 itu mah maksudnya satir.. emang gada yang kebetulan..
Aku juga berfikir kalo lahan di bawah jembatan pasopati itu bakalan di buat taman. Tempat disitu kan indah banget seperti yang digambarkan Sally. Kalo dijadiin taman… pasti rame da! Kawan – kawan suka lihatkan kalo sore menjelang malam banyak pedagang makanan di pinggir jalan. Dengan adanya taman secara nggak langsung itu bisa meningkatkan pendapatan mereka.
Sore ini aku kaget banget pas baca baigho di depan Jl. Kebon Bibit. “Launching Balubur” dengan latar gambar gedung bertingkat. Bah! Pingin rasanya maki-maki! Hmmph….!
BTW Sally, pasar balubur yang di deket gelap nyawang teh bakalan tetep di situ ato pindah ke gedung berlantai 7 ya? miris amat sih…
hai hai, tadi sore kita (fani dan ajeng) habis masuk ke tenda launching pusat belanja balubur,,,
sempet foto-foto, pas bawa kamera pinjeman…ckckck, mewah banget…prototipe-nya… itu mah memang mall, cuma katanya, si pasar tradisional bakal ditempatkan di basement.
gak kebayang macetnya daerah balubur nantinya klo udah terbangun. lha sekarang aja udah sering banget macet d sana, karena lampu lalu lintas mati dari bulan kapan lamanya itu… ckckckck… apanya yg akan memperbaiki kota bandung? memperparah iya!
ya Allah, lapangkan dada kami… 😛
oya, developernya ( atau kontraktornya ya?) klo gak salah : PT Hexa Pilar Utama
ya ampun sal,
gw nulis ini jg di blog gw. mampir ya…
emang sadis tu developer. Ga dapet di Baksil, Balubur dihajar.
gemes ya. parah ih.
thanks for your info sal!!!
Dulu, belasan tahun lalu, Dago begitu akrab dengan saya, seperti ada hubungan emosional. Saya hafal setiap lekuk jalan sepanjang Dago Atas hingga Jln Merdeka. Ketika itu, tak ada aroma kapitalis di situ, yang ada hanya aroma pohon Angsana dan Mahoni, apalagi di pagi hari.
Kini, alamaak, arus modal besar ke Bandung makin menggerus saja. Jalan layang Pasupati makin mempertegas itu. Susunan beton yang melintas di Jalan Dago membuat saya makin tak mengenal jalan itu.
Sudahlah, cukup Jakarta saja yang jadi metropolitan. Bandung, dan juga orang-orang di dalamnya, tidak tercipta menjadi sosok metropolis.
wow,ada ikh mampir ke sini.betul om,memang begitu adanya bandung sekarang.perlahan kehilangan identitasnya.apalagi di bandung utara.gw suka kalimat terakhir lu, bandung memang tidak tercipta jadi sosok metropolis.sesederhana diri mereka saja. cek postingan gw yg Mugia Patepang Deui dah..
sy adalah urang tamansari asli, asli dari mulai lahir, dan tau banget gimana tamansari dulu, kini balubur udah jadi mall tanpa konsep, asal jadi! hasil dari proyeknya adalah maceet! bener banget tamansari acak2an. belum lagi kampus unisba yang mewah tapi miskin lahan parkir. memalukan!!!! bikin tamansari tambah semerawut… sy aja gak betah ngeliatnya… hidup pa Dada…. lanjutkan! lanjutkan kesemerawutannnya..