Seperti sudah disinggung pada bagian pertama dari tulisan ini, Bandung memiliki kekayaan arsitektur Art Deco yang sangat baik. Menariknya, langgam Art Deco yang berkembang di Bandung terbilang berbeda dengan langgam Art Deco di kota lain. Bandung Deco tidak diwakili dengan bangunan menjulang tinggi dengan aksentuasi di bagian puncak seperti Chrysler atau Empire State Building.
Di Bandung, ketika sebuah bangunan berada di sudut jalan maka bentuk bangunan tersebut tidak sekadar menambahkan ornamen dekorasi di bagian sudut bangunan. Bangunan itu akan ‘menjawab’ dengan (misalnya) melengkung sempurna sehingga tetap terlihat menarik dari berbagai arah. Contohnya adalah kantor LKBN Antara di Braga.
Karakteristik berbeda akan kita temui apabila sebuah bangunan hanya memiliki satu muka alias berada dalam lot kapling yang saling berdempetan dengan kapling lainnya seperti pada Hotel Homann. Perancangnya merespon pergerakan manusia dan kendaraan yang datang dari Batavia atau Buitenzorg di barat yang menuju Priangan Timur sehingga bangunannya melengkung di bagian timur. Bandung Deco adalah respon total terhadap tapak.
Bandung Deco juga memiliki ciri warna putih yang kuat. Semua bangunan memang memiliki fasade dengan warna monokrom, namun putih adalah elemen estetis dominan yang akan anda temukan pada Bandung Deco. Variannya mulai dari bangunan dengan keseluruhan fasadenya bercat putih macam toko Populaire di Braga, putih gading seperti Gedung Merdeka (Eks Societeit Concordia), hingga elemen horizontal menerus pada bangunan Hotel Homann. Walaupun pada umumnya warna putih memiliki kesan formal yang mencolok, Bandung Deco mampu menyajikan warna putih pada bangunan komersil sebagai simbol kebaruan (newness) di calon ibukota Hindia Belanda.
Demikian identiknya Bandung Deco dengan warna putih menyebabkan saya seperti keselek melihat perubahan warna fasade Bank Mandiri Asia-Afrika (Eks Bank Escompto) baru-baru ini. Tidak tanggung-tanggung, kini keseluruhan dinding bangunan ini sudah dilabur warna biru muda dan biru tua. Memang warna biru adalah ikon untuk Bank Mandiri namun tidak untuk Jalan Asia-Afrika maupun untuk Bandung Deco. Apalagi menara bangunan bank ini adalah bagian dari kaca-kaca kulon Kota Bandung, gerbang barat kota yang historis. Gerbang ini dirancang untuk ‘menangkap’ visi pengunjung yang datang ke Kota Bandung dari Batavia, Buitenzorg, dan kota-kota lain di barat Priangan.
Bangunan bank ini dikategorikan oleh Paguyuban Pelestari Budaya Bandung (Bandung Heritage) sebagai bangunan berklasifikasi A yang tidak boleh diubah bentuk maupun fungsi bangunannya. Bandung Heritage kecolongan? Entahlah. Toh Bandung Heritage hanya sebuah gerakan masyarakat yang tidak punya kekuatan, baik politis maupun kapital. Bandung Heritage hanya mampu melakukan pendekatan pada pemilik (operator) dan pada pemerintah (regulator). Pada akhirnya, kondisi ideal pelestarian bangunan bersejarah terjadi saat ada triangulasi yang kuat antara pihak pemilik yang sadar, pihak masyarakat yang peduli dan pihak pemerintah yang bertanggung jawab.
gambar diambil dari situs resmi operator hotel Savoy Homann, bidakara.co.id
Bandung, Lebaran hari kedua
18 derajat celcius, N/A, gerimis